Flower

Flower
Flower from Botanical Garden

Senin, 15 Juni 2020

Noa, kesayangan kami (2)


“Noa…gendong dulu yuuuk,” kata suamiku sambil menggendong layaknya seorang bayi.
“Apa kabar Noa? Semalam bisa bobo? Kita kangen Noa,” kataku.
Setelah empat hari rawat inap di klinik hewan akhirnya Noa diizinkan pulang dalam waktu yang cukup singkat mengingat kondisi sebelumnya yang agak parah. Hasil laboratorium dengan angka memerah, membuat dokter tidak bisa menjanjikan apa-apa pada kami. Saat sakit ia terlihat sangat lemah dan menatap kami dengan wajah mengiba seakan mengadu. Dengan berat hati kami meninggalkannya di klinik hewan untuk diobati. Dua hari dirawat ia sudah bisa berteriak memanggil saat menjenguknya meski kami masih di lantai bawah. Semua dokter yang ada di klinik hewan juga merasa takjub untuk kasus Noa sampai jadi trending topik karena mampu bertahan. Melalui semangat hidup, cinta, dan rasa sayang di antara kami, semua  tahap krisisnya bisa dilalui dengan selamat.
Sebelumnya, saat menikah aku baru tahu ternyata suamiku sangat tidak suka kucing. Aku menyebutnya anti kucing. Alhamdulillah ketika anakku lahir, ternyata ia sama denganku suka kucing. Tiap ada kucing tetangga kami sering bermain. Ketika usia TK, anakku termenung lama menatap kucing yang mati. Sampai muncul pertanyaan yang cukup dalam darinya mengapa harus ada kematian? Begitu juga ketika kucing tetangga Kitty melahirkan, kami dibuat sibuk menunggu proses kelahirannya saat  tengah malam. Berdua menemani Kitty sambil memberi nama anak-anaknya yang lahir satu per satu mulai Tsubasa, Hyuga, Moci.
Akhirnya setelah diskusi panjang dan alot dengan suami, ia mengizinkan kami memelihara kucing pemberian alumni, campuran anggora persia  namanya Noir (dibaca: Noa) artinya hitam, karena bulunya dominan hitam.
Di sinilah banyak cerita yang kami lewati bersama Noa yang pertama berhasil menaklukan hati suami yang tadinya anti kucing menjadi penyayang kucing.
Noa saat datang sudah berusia tiga tahun, masa adaptasi sekitar seminggu sehingga kami harus ekstra hati-hati membuat ia merasa aman dan nyaman. Setiap kali keluar kandang ia pasti sembunyi di kolong kasur atau lemari. Setelah masa adaptasi Noa semakin lucu, menggemaskan dan senang bermain. Tatapan mata, manja, cerewet, dan tingkahnya ternyata mampu meluluhkan hati suami yang ternyata lebih telaten mengurus Noa dan ingat membelikan mainan kucing. Bahkan membiarkan Noa tidur bersama di kasur.
“Hanya Noa yang pertama membuat Abi luluh dan sayang mpus’” katanya sambil mengusap-usap. Aku sangat senang dan bersyukur mendengar ucapannya.
Lempar tutup botol, main di kardus, heboh dengan tali, atau apa pun yang dilihat dan disentuh Noa membuat kami sangat terhibur dan senang dengan tingkahnya.
Kehadiran Noa menjadi penghangat rumah, membuat kami tertawa, semakin dekat, dan saling memperhatikan layaknya keluarga sendiri. Aku bahkan sering menghitungnya sebagai nyawa keempat yang ada di rumah.
Saat sakit, Noa menjadi perawat yang superketat menjaga pasiennya. Ia terus berada di sampingku, ikut berbaring sambil kedua kakinya memegangi tanganku. Noa seperti tahu kalau aku tidak keluar kamar pasti ada sesuatu terjadi dan ia dengan singgap  menemani dan menjadi obat mujarab untukku.
Kini Noa sudah 15 tahun, terlihat semakin tua dan enggan bermain. Namun semangat hidupnya masih ada, menu makannya diubah dengan merebus ayam sampai lunak karena ia sulit untuk mencerna makanan kering. Terima kasih Noa sudah menemani hari-hari kami selama bertahun-tahun dengan setia dan tingkah lucumu yang meluluhkan hati suamiku jadi penyayang kucing khusus karena hadirmu.
Catatan:
Tulisan ini sudah dimuat di Yuk, Meong Rame-Rame yang diterbitkan oleh Media Guru tahun 2020.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar